Hilman Yusra, S.Pd., M.Pd., Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi
radarjambi.co.id, JAMBI- PENDIDIKAN merupakan ujung tombak kemajuan suatu daerah. Di balik sekolah yang aktif dan siswa yang berprestasi, ada kurikulum yang menjadi penuntun arah pembelajaran. Namun pertanyaannya, apakah kurikulum yang berlaku saat ini benar-benar berjalan dengan baik? Di mana tantangan pendidikan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Kurikulum berdampak saat ini adalah kurikulum yang mampu memberi perubahan nyata, bukan hanya di atas kertas, tetapi juga dalam kehidupan siswa, guru, dan masyarakat. Kurikulum semacam ini harus hadir sebagai jawaban atas kebutuhan lokal, bukan sekadar meniru konsep yang berlaku secara nasional tanpa mempertimbangkan konteks daerah.
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua sekolah di daerah memiliki fasilitas yang mendukung dalam penerapan kurikulum sebelumnya seperti Kurikulum Merdeka. Banyak guru masih kesulitan memahami esensi pembelajaran berbasis proyek, karena pelatihan yang diberikan bersifat umum dan terbatas. Akibatnya, pembelajaran di kelas masih berputar pada buku teks dan tugas-tugas hafalan.
Kurikulum berdampak seharusnya memberi ruang bagi siswa untuk mengenal potensi lokal, belajar dari lingkungan sekitar, dan menyelesaikan masalah nyata yang mereka hadapi sehari-hari. Misalnya, proyek belajar bisa diarahkan dalam potensi-potensi lingkungan skitar. Di sinilah pendidikan menjadi kontekstual dan berdaya guna. Namun, agar kurikulum ini benar-benar berjalan, dukungan dari pemerintah daerah sangat penting. Pemda perlu aktif memfasilitasi pelatihan guru, memperluas akses internet di sekolah, serta menyediakan pendampingan dalam mengembangkan proyek belajar yang relevan dengan karakteristik daerah. Ini bukan hanya tugas pusat, tetapi juga panggilan daerah untuk memajukan generasinya.
Selain pemerintah, sekolah dan komunitas lokal juga perlu bersinergi. Kolaborasi antara sekolah dengan pelaku industri kreatif lokal, hingga tokoh adat bisa menjadi sumber belajar yang luar biasa. Dengan begitu, siswa tak hanya pintar secara teori, tetapi juga memiliki kepedulian dan keterampilan hidup.
Salah satu tantangan terbesar dalam menerapkan kurikulum berdampak adalah perubahan cara pandang. Banyak guru dan orang tua yang masih menganggap bahwa belajar itu hanya dari buku dan nilai ujian. Padahal, belajar bisa terjadi di mana saja, asal ada tujuan dan proses yang terarah. Butuh keberanian untuk keluar dari zona nyaman metode lama. Oleh karena itu, pendidikan di daerah butuh pendekatan yang membumi. Kurikulum berdampak tidak harus mewah dan rumit, tetapi cukup sederhana, nyata, dan berakar dari kehidupan siswa. Keberhasilan pendidikan tidak diukur dari jumlah soal ujian, tetapi dari sejauh mana anak-anak daerah mampu berpikir kritis, berani mencoba, dan peduli terhadap lingkungannya.
Saatnya kita berhenti menjadikan kurikulum hanya sebagai dokumen administrasi. Mari kita hidupkan kurikulum dengan semangat kolaborasi dan keberpihakan pada potensi lokal. Pendidikan yang berdampak adalah pendidikan yang memerdekakan dan menumbuhkan, tidak hanya mengejar angka. Dengan kurikulum yang tepat, pendidikan daerah akan menjadi pijakan kokoh bagi masa depan Indonesia. (Hilman Yusra, S.Pd., M.Pd., Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi)