radarjambi.co.id- Di tengah derasnya perubahan kebijakan pendidikan, perkembangan teknologi, serta tuntutan dunia kerja yang semakin kompleks, program pendidikan kerap dinilai semata-mata dari hasil akhirnya.
Lulusan dianggap kurang kompeten, pembelajaran dinilai tidak menarik, atau kurikulum disebut tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Ketika persoalan tersebut muncul, perhatian publik sering kali tertuju pada guru, dosen, atau bahkan peserta didik.
Padahal, terdapat fondasi yang jauh lebih mendasar dan sering luput dari sorotan, yakni kurikulum. Dalam banyak kasus, persoalan mutu dan keberlanjutan program pendidikan justru berakar pada kurikulum yang tidak ditata secara sistematis dan kontekstual.
Kurikulum bukan sekadar daftar mata pelajaran, susunan capaian pembelajaran, atau pembagian jam belajar. Ia merupakan rancangan strategis yang memuat tujuan pendidikan, arah pengembangan kompetensi, isi pembelajaran, strategi pedagogis, hingga sistem evaluasi.
Kurikulum berfungsi sebagai peta jalan yang menuntun seluruh proses pendidikan. Ketika kurikulum disusun tanpa analisis kebutuhan yang matang, tanpa kajian konteks sosial, dan tanpa kejelasan arah kompetensi lulusan, program pendidikan berjalan seperti kapal tanpa kompas: bergerak, tetapi tidak pasti menuju tujuan yang benar.
Salah satu persoalan yang kerap muncul adalah ketidaksesuaian antara tujuan program pendidikan dan pelaksanaannya di lapangan. Di atas dokumen resmi, tujuan pendidikan sering dirumuskan secara ideal, bahkan visioner.
Namun, kurikulum yang digunakan tidak selalu menyediakan langkah-langkah operasional untuk mewujudkannya. Akibatnya, proses pembelajaran berjalan secara rutin dan administratif, berorientasi pada penuntasan materi, bukan pada pencapaian kompetensi. Penataan kurikulum menjadi krusial agar setiap mata pelajaran, metode pembelajaran, dan bentuk evaluasi memiliki kontribusi yang jelas dan terukur terhadap tujuan program.
Selain itu, perubahan sosial, transformasi digital, serta dinamika dunia kerja menuntut kurikulum yang adaptif dan responsif. Program pendidikan yang bertahan dengan kurikulum lama berisiko menghasilkan lulusan yang tidak relevan dengan kebutuhan zaman.
Namun, adaptasi kurikulum tidak dapat dimaknai sekadar mengikuti tren sesaat. Penataan kurikulum harus berbasis pada kebutuhan nyata peserta didik, karakteristik daerah, serta tuntutan masyarakat, sambil tetap menjaga nilai-nilai akademik dan kebudayaan yang menjadi jati diri pendidikan. Kurikulum yang adaptif memungkinkan program pendidikan tetap relevan tanpa kehilangan arah dan prinsip dasarnya.
Penataan kurikulum juga berkaitan erat dengan efektivitas pengelolaan program pendidikan. Kurikulum yang jelas, konsisten, dan terstruktur memudahkan perencanaan pembelajaran, pembagian tugas pendidik, serta pengelolaan sumber daya institusi.
Sebaliknya, kurikulum yang tumpang tindih, tidak sinkron antar mata pelajaran, atau sering berubah tanpa evaluasi yang memadai justru menyulitkan pelaksanaan program. Dalam kondisi demikian, kegagalan program kerap disalahartikan sebagai kegagalan individu pendidik atau peserta didik, padahal akar persoalannya bersifat sistemik dan struktural.
Lebih jauh, kurikulum yang tertata dengan baik menyediakan dasar yang kuat bagi evaluasi program pendidikan. Evaluasi tidak lagi bersifat reaktif atau berbasis persepsi semata, melainkan mengacu pada capaian pembelajaran yang telah direncanakan secara jelas.
Dengan kerangka kurikulum yang kuat, pengelola program dapat mengidentifikasi bagian yang efektif, area yang perlu diperbaiki, serta komponen yang sudah tidak relevan. Evaluasi berbasis kurikulum ini penting agar program pendidikan mampu belajar dari pengalamannya sendiri dan berkembang secara berkelanjutan.
Menata kurikulum juga berarti membuka ruang partisipasi berbagai pemangku kepentingan secara proporsional. Peserta didik, pendidik, pengelola lembaga, pemerintah daerah, hingga pengguna lulusan memiliki perspektif yang saling melengkapi.
Keterlibatan ini membuat kurikulum tidak berhenti sebagai dokumen administratif, melainkan menjadi pedoman hidup yang benar-benar mencerminkan kebutuhan dan realitas pembelajaran. Program pendidikan yang diselamatkan melalui kurikulum adalah program yang dialogis, terbuka terhadap masukan, dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan.
Dengan demikian, menata kurikulum merupakan langkah strategis untuk menyelamatkan dan memperkuat program pendidikan, terutama di tengah upaya meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan nasional. Penataan kurikulum bukan pekerjaan teknis semata, melainkan keputusan akademik dan manajerial yang menentukan kualitas, daya saing, dan keberlanjutan program.
Ketika kurikulum ditata secara relevan, konsisten, dan adaptif, program pendidikan memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk mencapai tujuannya. Di tengah berbagai tantangan pendidikan saat ini, kurikulum yang tertata dengan baik bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan.(*)
Penulis : Noval Firmansyah, Mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan Islam IAIN Kerinci
MBG: Solusi Menuju Indonesia Sehat atau Sekadar Permainan Politik?
Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Kawasan Lembah Colol Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur
Minat Wisatawan Berkunjung ke Wisata Gunung Padang Sumatra Barat