Radarjambi.co.id-Setiap hari, masih banyak anak Indonesia yang berangkat sekolah tanpa sarapan yang layak. Bukan karena orang tua tak peduli, tetapi karena keterbatasan ekonomi. Situasi inilah yang membuat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terdengar sebagai angin segar.
Anak-anak diberi makanan, orang tua terbantu, dan negara berharap generasi masa depan tumbuh lebih sehat. Namun, di balik niat baik tersebut, muncul satu pertanyaan yang wajar diajukan publik: apakah MBG benar-benar demi kesehatan rakyat, atau hanya soal kepentingan politik?
Secara ide, MBG adalah program yang sulit ditolak. Anak yang cukup gizi akan lebih sehat dan lebih fokus belajar. Bagi keluarga kurang mampu, program ini jelas meringankan beban hidup. Negara pun terlihat hadir langsung dalam keseharian masyarakat. Tetapi, apakah program ini disiapkan untuk jangka panjang, atau hanya kuat di awal demi pencitraan?
Di lapangan, pertanyaan publik mulai bermunculan. Apakah semua anak mendapatkan makanan yang benar-benar bergizi, atau hanya sekadar mengenyangkan? Apakah kualitasnya sama di kota dan di daerah terpencil? Program besar seperti MBG tentu membutuhkan anggaran besar pula. Karena itu, wajar jika masyarakat bertanya: uang negara ini dikelola oleh siapa dan diawasi sejauh apa?
Tidak dapat dipungkiri, program sosial selalu memiliki nilai politik. MBG mudah ditampilkan sebagai bukti keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Namun, apakah wajar jika program kesehatan anak selalu dibingkai sebagai alat pencitraan? Jika memang untuk rakyat, mengapa keterbukaan informasi dan ruang partisipasi publik masih terasa terbatas?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan untuk menolak MBG. Justru sebaliknya, kritik dan pengawasan publik dibutuhkan agar program ini benar-benar berjalan sesuai tujuannya. Tanpa pengawasan, program yang baik pun bisa kehilangan makna dan kepercayaan masyarakat.
Masyarakat sendiri seharusnya tidak hanya menjadi penerima pasif. Orang tua, guru, dan komunitas lokal memiliki peran penting untuk ikut mengawasi kualitas makanan dan pelaksanaannya. Bukankah program publik yang baik adalah program yang diawasi bersama, bukan hanya dijalankan oleh pemerintah?
Pada akhirnya, MBG bisa menjadi langkah besar menuju Indonesia yang lebih sehat. Namun, hal itu hanya akan terwujud jika program ini dijalankan secara konsisten, terbuka, dan benar-benar berpihak pada kepentingan anak-anak, bukan kepentingan politik jangka pendek. Maka pertanyaan yang patut terus diajukan publik adalah: MBG ini tentang masa depan kesehatan bangsa, atau sekadar permainan politik yang akan dilupakan seiring waktu?.(*)
Penulis : Reyhan Syahru Ramadhan Mahasiswa Andalas
Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Kawasan Lembah Colol Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur
Minat Wisatawan Berkunjung ke Wisata Gunung Padang Sumatra Barat