Guru Hebat, Indonesia Kuat

Rabu, 26 November 2025 - 21:05:43


Sudaryanto
Sudaryanto /

Radarjambi.co.id-Kita menyambut momentum Hari Guru Nasional (HGN) pada 25 November 2025. Momentum itu patut disambut karena para guru Indonesia telah berkarya nyata, penuh dedikatif, dan profesional.

Hal ini selaras dengan tema HGN 2025, yaitu “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Di balik impian kita tentang Indonesia Emas 2045, mari kita berefleksi peran guru.

Mengapa para guru kita harus hebat dan berdampak terhadap penguatan dan pemajuan bangsa di masa mendatang?

Terhadap pertanyaan di atas, penulis menjawab: ada tiga strategi agar guru kita hebat. Pertama, guru hebat membangun generasi masa depan.

Guru hebat tak sekadar lulusan sarjana kependidikan dan bergelar S.Pd., sesuai dengan UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Pun, guru hebat tak sekadar lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Calon Guru/Guru Tertentu. Lebih dari itu, guru hebat itu memiliki dedikasi dalam proses belajar-mengajar (PBM) para siswanya.

Dedikasi Guru

Dedikasi guru hebat itu tercermin pada pelaksanaan slogan: ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Di depan siswanya, guru memberi contoh/teladan yang baik. Di tengah siswanya, guru membangun kekuatan. Di belakang siswanya, guru memberi dorongan.

Kelak, melalui guru yang hebat terlahir siswa yang hebat pula. Dengan begitu, pendidikan keguruan (baca: LPTK PTN/PTS) perlu menjadi pendidikan keguruan yang hebat pula.

Kedua, guru hebat meningkatkan kualitas pendidikan. Guru hebat meniscayakan hadirnya inovasi pembelajaran di kelas. Dari situ, inovasi pembelajaran di kelas dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah.

Dengan demikian, prasyarat kualitas pendidikan di sekolah adalah ada-tidaknya inovasi pembelajaran di kelas. Pertanyaannya kini, dari mana inovasi pembelajaran di kelas dapat terwujud?

Tentu, inovasi pembelajaran di kelas dapat terwujud berkat literasi membaca, menulis, dan berdiskusi para gurunya. Ketiga literasi itu, langsung atau tidak, dapat diperoleh melalui keikutsertaan dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), webinar/seminar, bimbingan teknis (bimtek), lokakarya, sosialisasi, dan kompetisi. Guru hebat itu, hemat penulis, mestinya memiliki daya literasi membaca, menulis, dan berdiskusi yang tinggi dan baik.

Ketiga, guru hebat membangun masyarakat yang beradab. Profil guru Indonesia tentu berorientasi pada afirmasi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila. Contoh, sila pertama Pancasila (Ketuhanan yang Maha Esa) meniscayakan guru dan siswa berdoa kepada Tuhan sebelum mengawali kegiatan pembelajaran di kelas.

Afirmasi dan internalisasi nilai-nilai Pancasila itu kelak dibawa dan diterapkan di lingkup keluarga dan masyarakat, termasuk di media sosial.

Alih-alih santun/bijak bermedia sosial, justru yang terjadi sebaliknya. Warganet Indonesia dikenal kasar dan tidak sopan dalam interaksi digital. Guna mengatasi persoalan ini, penulis menginisiasi agar para guru dapat menjadi teladan berbahasa lisan/tulis, baik di ruang nyata maupun di ruang maya. Ibarat kata, guru menjelma cermin bening bagi para siswanya. Bila tutur kata gurunya baik, kelak tutur kata siswanya juga baik. Begitu juga sebaliknya.

Program Nyata

Ketiga catatan di atas, kiranya perlu ditindaklanjuti dengan program-program nyata dari pihak pemerintah, dalam hal ini Kemendikdasmen. Salah satu program nyata itu ialah kenaikan insentif guru honorer (KR, 1/11).

Di antara status guru di Indonesia, guru honorer-lah yang minim perhatian/apresiasi. Terkait itu, pihak sekolah/madrasah perlu memberikan insentif tambahan bagi guru honorer. Moga-moga insentif itu dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.

Selain insentif, program nyata lainnya adalah pemerintah memberikan beasiswa S-1 dan S-2 bagi para guru. Sebagai contoh, para guru TK/PAUD menerima beasiswa S-1 melalui program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) Afirmasi.

Mereka akan menempuh perkuliahan satu tahun di LPTK dan meraih gelar S.Pd. Program serupa mestinya digulirkan untuk beasiswa S-2 bagi guru. Kelak, guru hebat menjadi pondasi Indonesia yang kuat di masa depan. (*)

 

Penulis : Sudaryanto, M.Pd., Dosen PBSI dan PPG FKIP UAD; Anggota Majelis Tabligh dan Pustaka Informasi PRM Nogotirto