Radarjambi.co.id-Era digital hari ini membuka peluang lebar bagi siapa saja yang ingin berbisnis. Hanya dengan ide, niat, dan sebuah gawai, usaha bisa lahir dan langsung menjangkau pasar yang luas. Namun, di balik kemudahan itu, persaingan pun makin tajam.
Dalam situasi ini, kampus punya peran penting bukan sekadar mencetak pencari kerja, tetapi juga menyiapkan pencipta lapangan kerja.
Untuk menjalankan peran tersebut, perguruan tinggi harus mampu membangun ekosistem kewirausahaan yang nyata. Pendidikan wirausaha tidak bisa berhenti pada teori kaku di kelas, yang sering kali terasa jauh dari praktik pasar. Ia harus bertransformasi menjadi “laboratorium hidup”, tempat mahasiswa bisa mencoba, gagal, lalu belajar bangkit kembali.
Di tahap awal, praktik langsung menjadi kunci. Karena itu, bazar fisik masih relevan dan berharga. Melalui interaksi tatap muka dengan pembeli, mahasiswa belajar banyak hal: berkomunikasi, bernegosiasi, hingga membaca bahasa tubuh.
Keterampilan sosial semacam ini tak mungkin diperoleh hanya lewat layar digital. Setelah fondasi ini terbentuk, barulah dunia digital hadir sebagai pelengkap. Berbekal pengalaman bazar, mahasiswa bisa menggunakan media sosial dan e-commerce untuk memperluas pasar sekaligus memperkuat citra merek mereka.
Lebih dari sekadar aktivitas jual-beli, pengalaman semacam itu menumbuhkan pola pikir kewirausahaan. Peter Drucker pernah mengatakan, inovasi adalah fungsi utama dari entrepreneurship.
Di kampus, hal ini berarti melatih mahasiswa berpikir kreatif, melihat masalah sebagai peluang, dan berani mengambil risiko secara terukur. Pola pikir ini bukan hanya bekal bagi calon pengusaha, melainkan juga aset berharga bagi profesi apa pun mulai dari profesional, peneliti, hingga pemimpin.
Investasi kampus pada kewirausahaan mahasiswa juga berdampak besar bagi perekonomian nasional. Kita tahu, UMKM menyumbang lebih dari 60 persen PDB Indonesia dan menjadi tulang punggung ekonomi bangsa.
Karena itu, setiap usaha kecil yang lahir dari tangan mahasiswa sejatinya adalah kontribusi nyata: menekan angka pengangguran sekaligus mendorong pemerataan ekonomi di berbagai daerah.
Pemerintah pun telah membaca potensi ini, salah satunya lewat Program Wirausaha Merdeka dalam skema Kampus Merdeka. Inisiatif seperti ini menjadi bukti adanya sinergi antara pemerintah dan kampus dalam memberi akses permodalan, pendampingan, serta jaringan.
Namun, kolaborasi semacam ini masih perlu diperkuat. Lebih banyak perguruan tinggi harus menjadikan kewirausahaan bukan sekadar program tambahan, tetapi bagian tak terpisahkan dari kurikulum inti.
Karena itu, sudah waktunya perguruan tinggi beranjak dari peran lama sebagai pabrik pencetak pencari kerja. Kampus harus berani mengambil peran yang lebih besar: melahirkan generasi wirausahawan inovatif, yang akan menjadi motor penggerak roda ekonomi bangsa di masa depan. (*)
Penulis: Gea Dwi Asmara, Dosen Ekonomi Pembangunan, Universitas Ahmad Dahlan
Membentuk Jiwa Pengusaha di Perguruan Tinggi, Langkah Nyata Dorong Ekonomi Bangsa