Radarjambi.co.id-Perdagangan manusia (human trafficking) masih menjadi momok yang menakutkan. Perempuan kerap kali menjadi objek tindak kejahatan perdagangan manusia.
Tubuh dan tenaga mereka diperdagangkan demi keuntungan semata. Ironisnya, perdagangan manusia terjadi justru karena ulah orang terdekat. Tidak sedikit perempuan yang tertipu bujuk rayu untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar.
Bentuk perdagangan manusia yang kerap menimpa kaum perempuan yaitu eksploitasi seksual. Adapun bentuk eksploitasi seksual sebagai berikut. Pertama, pelacuran paksa. Pada umumnya korban dijebak dan disekap serta dipaksa melayani pria hidung belang. Permasalahan tersebut kerap terjadi di kota-kota besar.
Kedua, eksploitasi dalam industri hiburan terselubung. Perempuan pekerja pada industri hiburan kerap menjadi pemuas nafsu. Seperti halnya pekerja di tempat karaoke, panti pijat, dan sejenisnya seringkali dipaksa untuk memuaskan nafsu pelanggan. Tekanan ekonomi dan adanya ancaman pemecatan menjadi alat paksa yang membuat mereka tak berdaya.
Ketiga, eksploitasi seksual dalam bentuk digital. Perempuan kerap menjadi objek konten pornografi. Tanpa sepengetahuan mereka direkam kemudian disebarluaskan di internet. Dalam banyak kasus, korban diperas agar tidak melapor atau diancam akan dipermalukan.
Keempat, kawin kontrak. Hal tersebut merupakan bentuk perdagangan manusia terselubung. Pada umumnya terjadi di kawasan wisata atau daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi. Sudah bukan rahasia umum lagi kawin kontrak merupakan bentuk eksploitasi perempuan. Bisanya keluarga menikahkan anak gadisnya demi meraup keuntungan.
Selain itu, terdapat juga eksploitasi tenaga kerja, di mana perempuan dipekerjakan tanpa upah yang layak, tanpa perlindungan hukum, dan sering kali berada dalam tekanan psikologis serta kekerasan fisik. Mereka dijadikan buruh murah di pabrik-pabrik ilegal, rumah tangga, atau bahkan dipaksa mengemis di jalanan kota besar.
Faktor yang mendasari permasalahan tersebut yaitu kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan lemahnya perlindungan hukum. Ketika perempuan tidak memiliki akses dalam pendidikan akan berpengaruh pada pola pikir mereka dalam memandang kehidupan.
Mereka sangat rentan terhadap bujukan dan penipuan dari jaringan perdagangan manusia. Begitu juga dengan kemiskinan, seolah menjadi angin segar jika mendapat pekerjaan dengan gaji yang besar tanpa sempat memikirkan resiko dibalik itu semua.
Sudah saatnya bagi negara untuk memperkuat upaya dalam pencegahan, penegakan hukum, dan pemulihan korban secara lebih sistematis. Pendidikan yang berfokus pada kesadaran gender perlu digalakkan. Begitu juga masyarakat perlu diberikan edukasi agar sanak keluarga tidak terjebak dalam perdagangan manusia baik menjadi korban maupun oknum.
Kampanye cegah perdagangan manusia perlu di sosialisasikan di seluruh lapisan masyarakat. Terutama para pekerja migran perempuan yang kerap menjadi korban. Perlu adanya akses informasi yang jelas sebelum keberangkatan mereka. Pada umumnya mereka tertipu akan iming-iming pekerjaan yang mudah dengan gaji yang besar.
Selain itu, yang tidak kalah penting perlu adanya dukungan pada berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM) yang konsen pada perlindungan perempuan.
Hal tersebut bertujuan untuk melakukan upaya pemberian perlindungan kepada korban, dan pelaporan kepada pihak berwenang jika melihat indikasi eksploitasi. Mari kita bersinergi meminimalisasi perdagangan manusia dalam bentuk apapun.(*)
Penulis : Iis Suwartini, M.Pd. Dosen PBSI Universitas Ahmad Dahlan, S3 UNS.
Tata Ruang Indonesia: Antara Kebijakan dan Realita di Lapangan01
Bawa anak ke Barak, Bentuk Ketidakberhasilan Orang Tua Dalam Mendidik Anak?
Kado Untuk Masyarakat, Bupati Tanjabbar Launching Call Center Halo Ustad 112