Radarjambi.co.id-Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak. Oleh karenanya, sekolah tidak hanya menjadi tempat belajar dan bermain tetapi juga tumbuh dan berkembang membentuk karakter anak.
Sayangnya tak banyak sekolah yang dapat memberikan kenyamanan bagi siswanya. Sekolah kerap menjadi momok yang menakutkan bahkan meninggalkan trauma yang mendalam.
Jenis kekerasan didominasi oleh kekerasan fisik dan psikis diikuti kekerasan seksual serta perundungan. Ironisnya, banyak kasus yang tidak ditindaklanjuti secara serius oleh pihak sekolah.
Hal tersebut dikarenakan kasus tersebut terpaksa diselesaikan secara kekeluargaan dengan alasan pelaku masih di bawah umur, menjaga nama baik sekolah, ataupun intimidasi dari salah satu pihak.
Sebagian dari kita mungkin masih memaklumi kekerasan verbal dari guru seperti makian dan pukulan ringan. Bentuk perundungan pun dianggap sebagai kenakalan yang wajar. Hal tersebut tidaklah dapat dibenarkan.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara tegas menyatakan bahwa “anak berhak memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi di lingkungan pendidikan”.
Artinya, setiap sekolah wajib menjamin keamanan dan kenyamanan siswanya. Kegagalan dalam menjamin perlindungan anak terhadap tindak kekerasan fisik maupuan psikis merupakan bentuk nyata pelanggaran hak asasi anak.
Kekerasan di sekolah bukan hanya kesalahan salah satu oknum, melainkan hasil dari sistem yang tidak peka terhadap psikologi anak serta kurikulum yang terlalu berorientasi hasil tanpa memberi ruang pada nilai-nilai kemanusiaan.
Bahkan, keluarga pun sering tak sadar bahwa anaknya menjadi pelaku atau korban karena komunikasi yang lemah di rumah. Seringkali orang tua justru membela perlakuan anak yang salah.
Oleh karenanya, perlu upaya untuk meminimalisasi bentuk kekerasan pada anak baik fisik maupun psikis. Kepala sekolah, guru, tenaga pendidik, komite sekolah dan warga di sekitar lingkungan sekolah perlu menginisiasi perlindungan anak. Sudah saatnya sekolah menerapkan secara konkret prinsip Sekolah Ramah Anak (SRA).
Sekolah Ramah Anak (SRA) merupakan satuan pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip pendidikan ramah anak. SRA diharapkan dapat melindungi hak-hak anak dan menciptakan suasana belajar yang kondusif.
Adapun prinsip pendidikan ramah anak diantaranya: (1) non-diskriminasi, (2) mengutamakan kepentingan terbaik anak, (3) penghargaan terhadap hak anak, (4) lingkungan yang aman dan nyaman, (5) partisipasi anak dalam segala hal, (6) pembelajaran yang menyenangkan, (7) Menggunakan metode pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Untuk mewujudkan Sekolah Ramah Anak perlu didukung kebijakan yang jelas tentang perlindungan anak, pencegahan kekerasan, dan partisipasi anak. Guru harus diberi pelatihan yang berkelanjutan tentang pendekatan pendidikan yang humanis dan berbasis psikologi perkembangan anak.
Orang tua perlu dilibatkan lebih intens dalam proses pembelajaran dan pemantauan kondisi psikis anak. Selain itu perlu membangun sistem pelaporan dan perlindungan yang aman dan rahasia bagi korban tindak kekerasan.
Besar harapan dengan menerapkan Sekolah Ramah Anak kasus kekerasan di lingkup pendidikan dapat diminimalisasi.(*)
Penulis : Iis Suwartini, M.Pd. dosen PBSI Universitas Ahmad Dahlan
Bawa anak ke Barak, Bentuk Ketidakberhasilan Orang Tua Dalam Mendidik Anak?
Guru dan Infrastruktur: Pilar Penting yang Sering Terabaikan dalam Pendidikan
"Menumbuhkan Potensi Anak: Perspektif Maslow dalam Totto-chan
Ini Penjelasan Aslori Humas PT.KMH Terkait Kopensasi Yang di Protes Warga