Iis Suwartini

Seni Orasi Redam Provokasi

Posted on 2025-10-19 21:25:17 dibaca 187 kali

Radarjambi.co.id-Orasi dan demokrasi tidak dapat terpisahkan. Orasi merupakan salah satu medium paling kuat untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Orasi merupakan keterampilan menyampaikan ide, gagasan, maupun pesan secara lisan di hadapan publik.

Orasi harus memiliki substansi yang logis, runtut, dan relevan dengan pendengar. Serta dalam penyampaiannya perlu memperhatikan intonasi, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan pilihan bahasa yang tepat.

Salah satu jenis orasi yaitu orasi demonstrasi yang digunakan dalam aksi massa untuk menyampaikan tuntutan. Sayangnya, tidak banyak yang dapat melakukan orasi dengan baik tetapi justru memprovokasi.

Orasi yang kerap disuarakan justru berpotensi memecah belah persatuan bangsa. Untuk itu, dalam penerapannya orasi perlu memperhatikan kaidah retorika. Retorika adalah keterampilan menggunakan bahasa secara efektif, persuasif, dan indah untuk menyampaikan gagasan.

Tujuan dari retorika untuk memengaruhi orang lain serta membangun pemahaman bersama. Retorika bukan sekadar berbicara, tetapi juga seni mengolah kata, logika, emosi, dan etika agar pesan dapat diterima dengan baik oleh audiens.

Maka dalam menyampaikan orasi perlu menerapkan tiga unsur utama: ethos atau kredibilitas pembicara, pathos yakni kemampuan menyentuh emosi pendengar, serta logos yang berlandaskan pada argumen logis dan fakta.

Senada dengan itu, Cicero menambahkan lima pilar penting dalam berorasi, yaitu inventio (menemukan gagasan), dispositio (menyusun ide secara sistematis), elocutio (merangkai kata dengan indah), memoria (penguasaan materi), dan pronuntiatio (penyampaian dengan intonasi serta gerak tubuh yang tepat).

Kita perlu mengembalikan orasi sebagai seni menyampaikan kebenaran dengan kata-kata yang tertata, menyentuh dan mencerdaskan. Demokrasi membutuhkan orator yang mampu menghargai perbedaan dan meminimalisasi perpecahan.

Seni orasi hadir sebagai media bahasa untuk menyuarakan aspirasi rakyat di tengah perdebatan politik yang kian memanas. Dengan begitu, demokrasi tumbuh sebagai ruang dialog yang bermartabat bukan sekedar berteriak.

Agar seni orasi tetap relevan dalam kehidupan berdemokrasi maka diperlukan sejumlah strategi. Adapun langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut.

Pertama, pendidikan retorika di kampus maupun komunitas perlu diperkuat sehingga mahasiswa, aktivis, hingga tokoh masyarakat mampu berorasi dengan baik.

Kedua, peningkatan literasi politik masyarakat. Hal tersebut dapat meminimalisasi profokasi.

Ketiga, media massa dan media sosial dapat berperan sebagai ruang yang sehat dengan menampilkan pidato atau pernyataan publik yang mencerahkan.

Keempat, para tokoh publik baik politisi, pejabat, maupun pemimpin masyarakat perlu memberikan teladan melalui orasi yang menyejukkan, berorientasi pada solusi, serta menjauhkan diri dari ujaran kebencian.

Pada akhirnya, orasi bukan hanya sekadar kata yang menggema di ruang publik, melainkan kekuatan moral yang mampu memantik semangat perjuangan. Di tangan seorang orator yang berintegritas demokrasi Indonesia dapat terwujud.

“Dari orasi, lahirlah aksi untuk ibu pertiwi” Mari perbaiki orasi, sebarkan kebaikan untuk Indonesia yang lebih baik.(*)

 

 

Penulis : Iis Suwartini, M.Pd. dosen PBSI Universitas Ahmad Dahlan Mahasiswa S3 UNS

Copyright 2018 Radarjambi.co.id

Alamat: Jl. Kol. Amir Hamzah No. 35 RT. 22 Kelurahan Selamat Kecamatan Danau Sipin Kota Jambi, Jambi.

Telpon: (0741) 668844 / 081366282955/ 085377131818

E-Mail: radarjambi12@gmail.co.id