Iis Suwartini
Radarjambi.co.id-Gerakan Pramuka Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial Belanda dengan organisasi kepanduan seperti Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) dan Nationale Islamitische Padvinderij (NATIPIJ) kemudian bersatu dalam Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada tahun 1928.
Pada tanggal 14 Agustus 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 yang menggabungkan semua organisasi kepanduan menjadi satu wadah tunggal bernama Praja Muda Karana ( Pramuka).
Filosofi pramuka yang mengajarkan "Satyaku Kudarmakan, Darmaku Kubaktikan" adalah semboyan yang bermakna "Kebenaranku akan kusebarkan, kebajikanku akan kubaktikan." Hal tersebut menjadi dasar dalam membentuk karakter generasi muda yang siap menghadapi tantangan masa depan.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di kawasan cincin api membuatnya berada dikawasan rawan bencana alam. Ancaman seperti gempa bumi, tsunami, banjir, dan longsor selalu mengintai masyarakat. Gerakan Pramuka berperan penting dalam meningkatkan kesadaran lingkungan untuk meminimalisasi bencana alam.
Berbagai kegiatan pramuka telah mengintegrasikan aspek kesiapsiagaan bencana seperti halnya program Saka Wanabakti. Saka Wanabakti merupakan wadah pendidikan nonformal bagi anggota Pramuka Penegak dan Pandega untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan dalam pelestarian hutan dan lingkungan hidup. Program tersebut bertujuan membentuk generasi muda yang peduli lingkungan.
Kegiatan Saka Wanabakti dibagi menjadi beberapa bidang keterampilan yang disebut Krida. Terdapat empat krida. Pertama, Krida Tata Wana yang mencakup pengenalan jenis-jenis hutan dan flora-fauna, pemeliharaan dan rehabilitasi hutan, teknik penanaman dan penyulaman pohon, dan perlindungan kawasan konservasi.
Kedua, Krida Reksa Wana yang meliputi perlindungan hutan dari perambahan liar, pencegahan kebakaran hutan, pengawasan penebangan pohon, penerapan peraturan dan perundangan kehutanan.
Ketiga, Krida Bina Wana yang meliputi pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, pendidikan lingkungan dan konservasi, penerapan kearifan lokal dalam pengelolaan hutan dan promosi wisata alam berbasis konservasi.
Keempat, Krida Guna Wana yang meliputi pemanfaatan hasil hutan secara lestari, produksi kerajinan dan bahan olahan berbasis hasil hutan, teknologi pemanfaatan kayu dan non-kayu dan pengembangan ekonomi kreatif berbasis hasil hutan.
Kegiatan tersebut memberikan pemahaman tentang ekosistem hutan sebagai benteng alami pencegah bencana alam. Selain itu, hutan juga dapat dimanfaatkan dengan bijak melalui pemberdayaan masyarakat sekitar hutan untuk menghasilkan produk bernilai profit. Tentunya tanpa merusak ekosistem hutan.
Pramuka diharapkan dapat menjadi role model untuk menanamkan rasa cinta pada lingkungan sehingga berdampak pada masyarakat luas. Anggota pramuka juga dilatih untuk mengenali tanda-tanda alam yang dapat berfungsi sebagai sistem peringatan dini bencana.
Kegiatan berkemah dan hiking juga berfungsi sebagai simulasi menghadapi situasi darurat. Seperti halnya pelatihan keterampilan survival, pertolongan pertama, komunikasi darurat, dan kepemimpinan dalam situasi kritis yang diajarkan menjadi bekal berharga saat bencana terjadi. Untuk itu, mari bersinergi dengan gerakan Pramuka untuk menciptakan gerakan sadar lingkungan secara luas.(*)
Penulis : Iis Suwartini dosen PBSI Universitas Ahmad Dahlan mahasiswa S3 UNS.