Atasi Kekerasan seksual pada anak SLB

Radarjambi.co.id-Kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas, khususnya penyandang disabilitas, merupakan kejahatan dan masalah sosial yang sangat serius yang memerlukan perhatian lebih lanjut.

Dilansir dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menggunakan data survei penduduk antar sensus, diketahui jumlah penyandang disabilitas sekitar 21,84 juta penduduk di Indonesia.

Khususnya data prevalensi pada tunadaksa yaitu sebesar 33,74% atau 717,312 jiwa. Mengutip data dari laman Sistem Informasi Online (SIMFONI-PPA), telah terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas sepanjang 2021 dengan 591 kasus di antaranya adalah kekerasan seksual.

Tunadaksa adalah anak yang anggota tubuhnya tidak lengkap atau menderita keterbatasan fisik. Sebagian atau seluruh anggota badan tidak berfungsi atau tidak berfungsi.

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat sebanyak 3.547 aduan kasus kekerasan terhadap anak yang diterima sepanjang 2023. Dari jumlah tersebut, 1.152 kasus adalah kekerasan seksual, dan 10% diantaranya menimpa anak-anak tunadaksa.

Data lain mencatat bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia (2022) melaporkan bahwa sepanjang tahun 2020, terdapat 834 kasus anak menjadi korban kejahatan seksual. Dari jumlah tersebut, 15% adalah anak-anak dengan disabilitas daksa.

Faktor yang menyebabkan tingginya kasus kekerasan seksual terhadap penyandang tunadaksa meliputi kondisi alamiah penyandang disabilitas.

Pelaku kekerasan memandang mereka lemah, tidak berdaya, dan tidak mampu melawan atau mengadu.

Penyandang disabilitas terkait pendidikan seks, kesehatan reproduksi, hak asasi manusia, dan lain-lain tidak dapat menerima pendidikan seks.

Prasangka lingkungan sosial yang memandang penyandang disabilitas sebagai aseksual, tidak mengaku cinta bahkan sebagai objek fetish.

Kurangnya pendidikan mengenai pola asuh yang tepat bagi keluarga penyandang disabilitas fisik sehingga mengakibatkan perlindungan dan pengawasan yang tidak memadai.

Untuk meminimalisasi terjadinya kekerasan seksual maka Tim PKM-PM Universitas Ahmad Dahlan membuat Boardgame dengan Virtual Influencer Bermuatan Budaya Yogyakarta bagi Tunadaksa di SLBN 1 Bantul.

Manfaat dari Boardagme tersebut menambah pengetahuan dan pemahaman guru dan orang tua tentang urgensi pencegahan kekerasan seksual kepada penyandang tunadaksa, memberikan pandangan kepada para penyandang tunadaksa untuk menjaga dirinya dan orang lain di

Serta mengetahui tindakan yang sebaiknya dilakukan apabila mendapat kejahatan seksual atau ancaman kekerasan seksual dan mengajak semua pihak termasuk himpunan SLB Yogyakarta, pihak sekolah dan orang tua untuk bersama-sama melindungi anak-anak dari kekerasan seksual.

Penggunaan Boardgame meningkatkan pemahaman peserta didik, guru dan orang tua mengenai Kesehatan seksual dan tindakan preventif terhadap kekerasan seksual, Board game juga bisa dirancang untuk mensimulasikan situasi-situasi nyata terkait dengan kesehatan seksual dan kekerasan seksual.

Dengan bermain game, peserta didik dapat belajar bagaimana mengidentifikasi, mengatasi, dan mencegah situasi-situasi yang berpotensi berbahayam dan juga Board game juga dapat menjadi alat yang efektif untuk melibatkan orang tua dan guru dalam proses pembelajaran.

Dengan bermain board game bersama, mereka dapat memfasilitasi diskusi yang mendalam tentang kesehatan seksual dan memberikan dukungan yang diperlukan bagi peserta didik.(*)

Penulis : Widya Eksandra_PKM-PM_Universitas Ahmad Dahlan