4 Pasien Terinfeksi Corona di Sarolangun Mulai Membaik, Ini Penjelasan DPJP RSUD CQ

Sabtu, 27 Juni 2020 - 18:00:23


dr H Bambang Hermanto MKes mendengar pemaparan dari DPJP, dr Ozi Purna Sp PD bersama dr Darfina Dwi Rahayu Sp PD
dr H Bambang Hermanto MKes mendengar pemaparan dari DPJP, dr Ozi Purna Sp PD bersama dr Darfina Dwi Rahayu Sp PD /

Radarjambi.co.id-SAROLANGUN-Empat orang pasien yang sebelumnya masuk dalam Orang Tanpa Gejala (OTG), namun dari hasil uji swab positif terinfeksi dengan penularan Corona Virus Desiase (Covid-19), kini kondisi kesehatannya mulai membaik.

Keempat Pasien tersebut, yakni Nyonya AZ, Nona MN, Tuan AS dan Tuan RK. Mereka masih menjalani isolasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof DR H M Chatib Quzwain (CQ) Sarolangun.

Hasil swab test nyona AZ yang keempat kalinya sempat menunjukkan hasil negatif, hanya saja hasil swab test kelima kembali menunjukkan hasil positif, begitu juga dengan swab test terhadap Nona MN, Tuan AS dan Tuan RK yang terakhir juga masih menunjukkan hasil postif.

Guna mengetahui perkembangan kondisi kesehatan 4 pasien Covid-19 terkini, pihak RSUD CQ Sarolangun menggelar jumpa pers pada Sabtu (27/06), siang bertempat di ruang komite. Hadir ketika itu, Direktur RSUD, dr H Bambang Hermanto didampingi dua orang dokter spesialis penyakit dalam yang juga merupakan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), diantaranya dr Ozi Purna Sp PD dan dr Darfina Dwi Rahayu Sp PD.

Penjelasan dr Ozi Purna Sp PD menyebutkan, bahwa dalam penanganan pasien Covid-19 sempat muncul pertanyaan dan asumsi masyarakat atau dari keluarga pasien, seperti mengapa dalam pengobatan terhadap keempat pasien tidak sembuh-sembuh ? dikatakan dr Ozi Purna, pasien yang terlama menjalani isolasi itu adalah Nyonya AZ, dimana hingga Sabtu (27/06) tercatat sudah 66 hari diisolasi.

“Benar, untuk kondisi empat pasien Covid-19 Sarolangun sudah mulai membaik, sebaliknya tidak menunjukkan keluhan yang signifikan, seperti batuk atau sesak napas, sepertinya mereka baik-baik saja, tapi hasil swab test terakhir masih positif, makanya mereka masih diisolasikan,”ungkapnya.

Dalam penanganan pasien Covid-19, kata dr Ozi, DPJP tetap mengacu pada Standar Operasional prosedur (SOP), dimana dalam penanganan dan pengobatan yang dilakukan secara aturan nasional. Salah satu yang menjadi pedoman DPJP dalam penanganan pasien, yakni buku Tata Laksana Pasien Covid-19. Ini mencangkup semua protokol kesehatan dalam penanganan pasien Covid-19.

“Secara SOP, kami berpedoman pada buku Tata Laksana Pasien Covid-19, ini dijadikan pegangan bagi kami, dimana buku itu diterbitkan atas pemikiran perhimpunan dokter paru Indonesia, perhimpunan dokter jantung, dokter penyakit dalam, dokter anestesi, terapi dan dokter anak,”sebutnya.

Selain itu, kata dr Ozi, jika untuk mendapatkan informasi dalam penanganan pasien, DPJP juga terus melakukan update informasi via internet dan aktif berkomunikasi via WhatsApp dengan teman seprofesi.

Ditegaskannya, dalam penanganan pasien Covid-19, pihak DPJP tidak berani melakukan uji coba dengan menggunakan obat herbal atau sejenis jamu, misalkan saja daun sungkai dan lainnya. Dalam penanganan 4 pasien di RSUD juga sudah diberikan obat yang berstandar nasional, seperti   azitromisin dan oshertavimin.

“Kami tidak berani memberikan obat kepada pasien jika obat itu tidak resmi, atau coba-coba, sebab khawatir terhadap efek samping, makanya dalam pemberian obat akan disesuaikan dengan Protap Kemenkes,”cetusnya.

Selain itu, dipaparkan dr Ozi, pasian yang terinfeksi Covid-19 itu ada kriterianya, misalkan saja pasien dengan gejala ringan, gejala sedang dan pasien dengan gejala berat.

“Setiap hari kami juga melakukan visitasi pasien, baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung. Kalau secara tidak langsung dilakukan via phone, kapan kami dihubungi pasien, maka selama 24 jam kami siap merespon, tapi kalau adanya keluhan dari pasien,”tambahnya.

Secara SOP kunjungan ke pasien itu, kata dr Ozi ketika pasien itu memiliki keluhan dan bermasalah, misalkan alergi kulit dalam hal ini kami juga koordinasi dengan dokter spesialis kulit  untuk memberikan obat.

“Perlu diingat, secara prosedur atas terapi langsung yang dilakukan terhadap pasien itu bila pasien bersangkutan mengalami adanya gejala dan keluhan. Prosedur nya seperti itu. Jika tidak ada keluhan ngapain kita ke pasien,”cecernya.

Disinggung, melalui proses isolasi yag dijalani pasien, malah sudah menelan waktu 2 bulan, dijelaskan dr Ozi Purna, bahwa penyembuhan Covid-19 bervariasi, ada 2 minggu yang sembuh. Malah ada tiga bulan tidak sembuh. Namun secara SOP kriteria penyembuhan pasien Covid-19 itu apabila 2 kali swab test terakhir negatif.

“Persoalan Covid-19 adalah Indonesia dan dunia, kita pun menyadari pencapaian hasil uji swab negatif itu bervariasi. Jika ada yang mengeluh dengan perawatan yang lama tapi hasil swab masih negatif, kita kan tidak tahu, sebab inikan virus baru, bahkan vaksinnya saja masih belum ditemukan,”ungkapnya.

Secara teori, cepat dan lambat dalam penyembuhan Covid-19 dipicu jumlah virus, kekuatan atau keganasan virus, imun atau kekuatan tubuh, komerbit atau penyakit yang menyerta atau penyakit lain yang ada pada tubuh pasien Covid-19.

“Kalau dianalisa, keempat pasien Covid-19 di Sarolangun masuk dalam kategori ringan, sepertinya virus itu bukanlah yang ganas dan tidak mematikan,”paparnya.

Sementara itu, jika mengacu pada informasi terakhir tanggal 27 Mei 2020, bahwa WHO sudah memperbarui kriteria pasien Covid-19 yang sembuh atau pasien yang sudah bisa dipulangkan, memang sebelumnya minimal dua kali swab negatif, tapi informasi dari WHO satu kali negatif hasil swab, pasien sudah bisa pulang, apakah itu pasien ada gejala atau tidak ada gejala.  

“Sebetulnya, jika penelitian terbaru, virus kalau sudah lewat inkubasi selama14 hari tidak membahaakan dan virus tersebut tidak menular lagi, ini juga sudah diluncurkan WHO, karena secara secara teori  swab itu boleh dikatakan sisa cangkang atau epitel. Itu kan dari WHO tapi dari kita Indoensia belum resmi,”tegasnya.

Hingga kini, DPJP Sarolangun masih menunggu aturan resmi dari Kemekes, terkait dengan perawatan pasien yang sudah habis masa itu basi.

“Kalau mau bertindak harus ada petunjuk resmi dari Kemenkes,”tandasnya.         

 

PENULIS : CHARLES R

EDITOR : ANSORY S